Senin, 29 Maret 2010




A. Latar Belakang
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak penyandang cacat. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak penyandang cacat membutuhkan bantuan ekstra (Miriam, 2001). Pandangan masyarakat dan orang tua yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan investasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak dominan.

Sebagai bekal bagi calon seorang pendidik, sudah semestinya harus mengetahui berbagai jenis karakteristik anak berkebutuhan khusus untuk bisa memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan pada saat terjun ke SD nanti kita (mahasiswa) akan menemukan anak-anak yang memerlukan penanganan khusus. Dalam bab ini akan dibahas tentang anak-anak berkelainan fisik diantaranya yaitu tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa dengan berbagai karakteristiknya. Karakteristik di sini akan lebih luas cakupannya karena harus dilihat dari berbagai segi, fisik, akademik, kepribadian, maupun sosial-emosionalnya.

B. Tujuan Pembahasan

Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami dan menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yaitu anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.



BAB II
KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. ANAK-ANAK BERKELAINAN FISIK

Anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik diantaranya yaitu:
• Anak tunanetra
• Anak tunarungu
• Anak tunadaksa

a. Karakteristik Anak Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus sentralis di atas 20/200 dan secara pedagogis membutuhkan layananpendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:

2. Segi Fisik
secara fisik anak-anak tunanetra nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.

3. Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.

4. Perilaku
anak tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku itu dapat berupa sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badannya, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra terkadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.

5. Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak normal pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.

6. Pribadi dan Sosial
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, menggunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perassan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi. Tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan dan keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
• Curiga yang berlebiha kepada orang lain
• Mudah tersinggung
• Ketergantungan pada orang lain.

b. Karakteristik Anak Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal pada umumnya. Beberapa karakteristik anak tunarungu diantaranya dalah:

1. Segi Fisik
• cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga.
• Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengarkan suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehinga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
• Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indra yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu. Sehingga cara melihatnyapun selalu menunjukkan keingintahuah yang besar dan terlihat beringas.

2. Segi Bahasa
• Miskin kosa kata
• Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatic.
• Tatabahasanya kurang teratur.

3. Intelektual
• kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam segi intelektual. Namun akibat keterbatasan dalam berkomunikasi dalam berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban.
• Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa.

4. Sosial-Emosional
• sering merasa curiga dan syak wasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
• Sering bersikap agresif.

c. Karakteristik Anak Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan anggota gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat atau otak. Disebut dengan Cerebral Palsy (CP) dengan karakteristik sebagai berikut.

1. Gangguan Motorik
gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan.

2. Gerakan Sensorik
pusat sensoris pada manusia otak, mengingat anak cerebral palsy adalah anak yang mangalami kelainan di otak, maka sering anak cerebral palsy disertai dengan gangguan sensorik, beberapa gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa.gangguan pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akaibat kerusakan otak.

3. Gangguan Tingkat Kecerdasan
kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy mulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisanya cenderung di bawah rata-rata (Hardman, 1990)

4. Kemampuan Berbicara
Anak cerebral palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah, dan adapula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadi proses interaksi dengan lingkungan.

5. Emosi dan Penyesuaian Sosial
Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan keadaan anak yang merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang. Mudah tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan lingkungan. Sedangkan anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerak lokomosi, gerakan di tempat, dan mobilisasi.